Dalam hidup ini, persahabatan, persaudaraan dan ukhuwah adalah nikmat yang sangat mahal. Jiwa boleh terdera, darah, air mata dan peluh boleh mengucur. Semuanya tidak mampu memupus nikmat persahabatan, persaudaraan, dan ukhuwah di jalan-Nya. Ia anugerah dan kurnia Allah yang besar dan hanya dirasakan oleh kaum beriman yang saling memelihara persaudaraan karena Allah. Lillah... semata mata.
Ukhuwah yang terwujud bukan atas dasar ikatan darah, suku, golongan atau kelompok melahirkan sikap lemah lembut dan berusaha menjaga hubungan baik dengan teman seperjalanan dengan penuh ketulusan, ikhlas tanpa pamrih, lantaran mengharapkan keridhoan Allah. Persahabatan dan ukhuwah yang tulus menjadi perhiasan di kala bahagia dan pelindung di kala sulit. Ikatan persahabatan dan ukhuwah menjadi kuat, hanya ketika hati dan jiwa terikat dengan ikatan Allah. Persahabatan, persaudaran dan ukhuwah yang tidak sepenuhnya semata mata karena Allah, sesungguhnya sangat rapuh dan akan punah. Ukhuwah lillah bahkan mengantarkan seseorang ke surga Nya.
Allah mengajarkan untuk saling tawashau bil haq watawashau bishshobr, sebagaimana dikuatkan oleh Rasulullah Addiinu Nasiihah. Islam mengajarkan adab adab thalabul ilmi, mengormati yang tua, menyayangi yang muda, mengormati dan memuliakan ulama. Islam mengingatkan buruknya perbantahan, berdebatan dan perselisihan. Semua pengajaran ini telah diterapkan menjadi contoh nyata dalam kehidupan oleh Rasulullah, para sahabat dan Tabiin serta yang mengikutinya.
Seorang manusia akan tetap berbeda pendapat karena mereka memang berbeza dalam hal pemahaman dan akal. Mereka berbeza pengetahuan dan pengalaman, perasaan dan pandangan. Oleh itu, pasti ada perbezaan dan perselisihan. Yang diperlukan adalah bagaimana seseorang memandang yang dianggapnya tidak benar untuk diberi masukan dengan baik. Dalam suasana kasih sayang dan cinta. Para sahabat Rasulullah SAW menyelesaikan suatu masalah melalui musyawarah dan saling menasehati. Memelihara kedekatan, kebersihan niat dan persaudaraan dalam agama.
Berkata Ibnu Abbas ra., “Mengunyah garam dalam sebuah jama’ah masih lebih baik daripada memakan puding dalam perpecahan”.
Mutiara Amaly – Penyejuk Jiwa Penyubur Iman
0 komentar:
Posting Komentar